
Sebelum memasuki Istana Pakualaman, pengunjung akan melewati Alun-alun Sewandana yang banyak ditanami pohon beringin. Gerbang Alun-alun disebut Wiworo Kusumo Winayang Reko yang berarti keselamatan, keadilan, dan kebebasan. Setelah melewati Alun-alun, pengunjung akan mendapati fasad regol (pintu moral) yang disebut Regol Danawara dengan prasasti bertanggal 7-8-1884 yang menandakan masa regol tersebut dibangun.
Di bagian dalam Pura Pakualaman terdapat taman dan
sebuah pendapa bernama Bangsal Utomo Sewotomo yang terbuka untuk kunjungan
masyarakat umum. Di teras pendapa terpajang seperangkat gamelan bernama Kyai
Kebogiro yang dimainkan setiap hari Minggu Pon (penanggalan Jawa). Di dalam
pendapa terdapat Dalem Ageng Proboyekso yang memuat kamar tidur, kamar pusaka,
Bangsal Sewarengga, Gedung Maerakaca, Bangsal Parangkarsa, dan Gedung
Purwaretna. Bangunan-bangunan tersebut sebagian berfungsi sebagai ruang tamu,
tempat upacara, dan tempat bercengkrama sehari-hari Sri Paku Alam beserta
keluarganya.
Selain pendapa, di dalam kompleks Pura Pakualaman
juga terdapat perpustakaan dan museum yang dapat dikunjungi pada hari-hari
tertentu. Kedua tempat ini khusus memamerkan koleksi peninggalan sejarah yang
berkaitan dengan Pura Pakualaman. Perpustakaan yang letaknya di sepanjang
lorong sisi barat pendapa, menyimpan puluhan koleksi naskah, baik berupa babad
(cerita sejarah) maupun karya sastra yang ditulis sejak masa Paku Alam I hingga
Paku Alam VIII, termasuk Serat Dharma Wirayat karya Sri Paku Alam III
yang sangat populer.
Museum Pakualaman terdiri dari tiga ruangan yang
masing-masing berukuran 8 x 14 meter persegi dan terletak di depan pendapa
sayap timur. Pada ruangan pertama terdapat daftar silsilah atau struktur
keluarga, yang menerangkan bahwa KGPA Paku Alam I merupakan putra Sultan
Hamengku Buwono I dan juga keturunan Raja Brawijaya V (Raja Kerajaan
Majapahit). Selain daftar silsilah keluarga, di ruang ini juga menampilkan
foto-foto Sri Paku Alam II hingga Sri Paku Alam VIII dalam ukuran besar.
Dokumen perjanjian politik antara Inggris dan Belanda yang menandai berdirinya
Pemerintahan Pakualaman juga tersimpan di ruangan ini. Atribut-atribut kerajaan
juga dipajang di sini, seperti Payung Bhavad, Payung Tunggul Naga, Payung
Tlacap yang menyimbolkan kebesaran sang raja, rebab Kyai Tandhasih pemberian
Sri Mangkunegoro VII yang menyimbolkan awal dan akhir kehidupan, dua set kursi
raja dan satu meja bundar, serta satu set Cepuri (tempat daun sirih) yang
digunakan untuk penerimaan tamu.
Dalam ruangan kedua terdapat sejumlah koleksi
senjata kuno, perangkat busana Raja-raja Pakualaman dan permaisuri, serta
busana prajurit. Ada juga satu set tombak dan perisai yang biasa digunakan
dalam tarian Bondo Yudho. Konon, tarian yang diciptakan pada masa Paku Alam V
tersebut merupakan bentuk latihan perang terselubung agar tidak diketahui
Pemerintah Belanda.
Wisatawan juga dapat menyaksikan koleksi kereta
kuda yang ditempatkan khusus di dalam ruangan ketiga. Di dalam ruangan ini
terdapat kereta bernama Kiai Manik Koemolo yang dihadiahkan Raffles kepada Paku
Alam I pada tahun 1814 M. Kereta yang merupakan koleksi tertua di museum ini
berukuran cukup besar, tingginya 2,3 meter, dengan panjang 3,7 meter. Kiai
Manik Koemolo hanya berkapasitas dua orang, yaitu untuk Paku Alam yang bertahta
dengan permaisurinya. Hingga kini, kereta tersebut tetap digunakan setiap kali
ada upacara penobatan Paku Alam yang baru. Selain itu, juga ada kereta bernama
Kyai Roro Kumenyar pemberian Sri Paku Buwono X. Di bagian belakang istana,
wisatawan dapat menyaksikan Kantor Tentara Pakualaman dan Pohon Gandaria yang
digunakan sebagai tempat meditasi sang raja.
0 komentar:
Posting Komentar