Mengunjungi Pasar Beringharjo yang terletak di Kawasan Malioboro
sungguh merupakan pengalaman menyenangkan. Sebagai pasar tradisional terbesar,
Beringharjo tumbuh berkembang seiring dengan sejarah berdirinya Kota Budaya
Yogyakarta. Bangunan pasar berkonstruksi beton ini merupakan pasar tertua yang
keberadaannya mempunyai nilai historis dan filosofis yang tidak dapat
dipisahkan dengan Keraton Yogyakarta.
Bila dilihat dari sejarahnya, Pasar Beringharjo telah melewati tiga fase, yakni
masa kerajaan, penjajahan, dan kemerdekaan. Karena itu, Pasar Beringharjo
senantiasa dikenang karena memiliki nilai sebagai memori-kolektif yang melekat
di hati masyarakat Yogyakarta.
Ciri khas bangunan Pasar Beringharjo dapat dilihat
pada interior bangunan yang merupakan perpaduan antara arsitektur kolonial dan
tradisional Jawa. Karena itu, meski berstatus pasar tradisional, Beringharjo
dapat dikatakan cukup modern. Itulah yang dibuktikan oleh Pasar Beringharjo.
Pasar tradisional di tengah jantung Kota Yogyakarta ini tak bergeming oleh
kehadiran pusat belanja modern di sekitarnya.
Secara umum, pasar ini terdiri dari dua bangunan
yang terpisah, bagian barat dan bagian timur. Bangunan utama di bagian barat
terdiri dari dua lantai, adapun bangunan yang kedua di bagian timur terdiri
dari tiga lantai. Pintu masuk utama pasar ini terletak di bagian barat, tepat
menghadap Jalan Malioboro. Pintu gerbang utama ini merupakan bangunan dengan
ciri khas kolonial bertuliskan Pasar Beringharjo dengan aksara Latin dan aksara
Jawa.
Pada sisi kanan dan kiri pintu utama ini terdapat
dua buah ruangan berukuran 2,5 x 3,5 m yang digunakan untuk kantor pengelola
pasar. Pintu utama ini berhubungan langsung dengan jalan utama pasar yang
dibangun lurus dari arah barat ke timur. Lebar jalan utama di dalam pasar ini
kira-kira 2 meter dengan los-los terbuka di sisi kanan dan kiri. Di samping
pintu utama, terdapat pula pintu-pintu lain di bagian utara, timur, selatan
dengan ukuran lebih kecil dibandingkan pintu utama.
Salah satu yang menjadi daya tarik Pasar
Beringharjo adalah keberadaan pusat batik yang berada di lantai dasar bangunan
utama. Bukan hanya batik buatan Yogyakarta dan Solo, batik dari Pekalongan juga
mudah didapat di pasar ini. Mulai “batik bahan†maupun “batik jadiâ€
berbahan katun hingga sutra, dari harga puluhan ribu sampai ratusan ribu
tersedia di pasar ini. Koleksi batik bahan dapat dijumpai di los pasar bagian barat sebelah utara.
Sementara koleksi batik jadi (pakaian) bisa dijumpai di hampir seluruh pasar
bagian barat. Selain pakaian batik, los pasar bagian barat ini juga menyediakan
baju surjan, blangkon, dan sarung tenun maupun sarung batik. Sandal dan tas
yang dijual dengan harga miring juga dapat dijumpai di sekitar bawah tangga
pasar bagian barat. Sistem tawar menawar layaknya di pasar tradisional juga
sah-sah saja dilakukan di tempat ini.
Sesuai dengan citranya sebagai pasar “gedhe†bagi masyarakat
Yogyakarta, hampir semua kebutuhan manusia baik primer maupun sekunder dapat
ditemukan di tempat ini. Perlengkapan rumah tangga, kebutuhan sembilan bahan
pokok, pernak-pernik cenderamata, kerajinan, aksesoris, kebutuhan sandang, buah-buahan, sayuran, kerupuk, keripik melinjo
dan keripik welut, hingga sajian kuliner khas Yogyakarta dapat ditemukan di
pasar yang mulai berderap dari dini hari hingga larut malam ini.
Uniknya, pasar ini juga tempat yang tepat untuk
berburu barang antik. Sentra penjualan barang antik terdapat di lantai tiga
pasar bagian timur. Di tempat itu, pengunjung bisa mendapati mesin ketik tua,
helm buatan tahun 60-an, dan sebagainya. Di lantai itu pula, pengunjung dapat
memburu berbagai macam barang bekas impor seperti pakaian, sepatu, tas, dan
lain-lain yang dijual dengan harga jauh lebih murah daripada harga aslinya
dengan kualitas yang masih baik. Tentu para pengunjung butuh kejelian dalam
memilih barang.
Selain itu, kawasan utara Pasar Beringharjo yang
dahulu dikenal dengan Kampung Pecinan adalah wilayah yang paling terkenal.
Pengunjung dapat mencari kaset-kaset lagu kenangan dari musisi tahun 50-an yang
jarang ditemui di tempat lain. Di kawasan ini juga terdapat tempat kerajinan
logam berupa patung Buddha dalam berbagai bentuk. Bagi pengoleksi uang lama,
kawasan pasar ini juga menjual uang lama dari berbagai negara.
Meski Pasar Beringharjo secara resmi tutup pukul
17.00 WIB, tetapi sebagian aktivitas pedagang tidak berhenti pada jam itu.
Bagian depan pasar masih menawarkan berbagai macam penganan khas Yogyakarta,
seperti martabak, terang bulan, klepon, getuk, bakpia, dan berbagai makanan
tradisional lainnya. Sekitar pukul 19.00 WIB hingga lewat tengah malam,
biasanya terdapat penjual gudeg di depan pasar yang juga menawarkan kikil dan
varian oseng-oseng. Sambil makan, pengunjung dapat mendengarkan musik
tradisional Jawa yang diputar atau bercakap dengan penjual yang biasanya
menyapa dengan akrab.
Pasar Beringharjo tidak pernah sepi pembeli, mulai
pagi hingga petang. Tidak kurang dari 7.000 pedagang yang menggelar barang
dagangannya di pasar ini. Lokasinya yang berada di ujung selatan Jalan
Malioboro menjadi magnet tersendiri bagi pengunjung yang datang. Bahkan para
orang tua mahasiswa dan pelajar dari luar Yogyakarta biasanya menyempatkan diri
untuk berbelanja di pasar ini saat menengok anaknya yang kuliah/sekolah di
Yogyakarta.
0 komentar:
Posting Komentar