
Setelah mengunjunginya, wisatawan akan selalu
membicarakan berbagai keunggulan museum yang dari luar tampak seperti istana
kuno di Eropa ini. Keistimewaannya dapat dilihat dari arsitektur bangunan,
ruang-ruang pameran, display koleksi dengan berbagai jenis bendanya, dan cara
menarasikan pesan-pesan pada display museum ini oleh pemandu museum.
Arsitektur bangunan museum ini sungguh spesial
lantaran mengambil model rancang-bangun istana di Eropa abad pertengahan yang
lekat dengan gaya gothic, yakni kastil yang disusun sedemikian rupa dengan
tumpukan batu-batu gunung berwarna gelap dan dihiasi dengan berbagai tumbuhan
merambat. Penampilan tersebut menjadikan museum ini sangat khas dan berbeda
dengan museum-museum lain di Yogyakarta, bahkan di Indonesia.
Selain model rancang-bangunnya, display di museum ini juga menakjubkan lantaran dikerjakan oleh kurator museum
yang profesional. Hal ini dapat disaksikan pada penataan koleksi-koleksi benda
dalam ruang-ruang, etalase-etalase, rak-rak, dan meja maupun foto-foto dan
lukisan-lukisan yang menempel pada dinding museum. Penataan ini dipercantik
dengan sistem pencahayaan [spot light] yang baik. Sehingga, penampilan
koleksi pada tiap ruangan menjadi istimewa dan menghadirkan kesan tertentu. Hal
ini disokong pula oleh tema dan narasi yang dikembangkan oleh pemandu museum di
mana kemudian kunjungan wisata di museum ini terasa lebih interaktif.
Mengawali tour, pengunjung
akan didampingi seorang pemandu untuk berjalan menyusuri sebuah jalan setapak
menuju ruangan pertama museum yang berusia satu dekade, yakni Guo Selo Giri. Di
gua ini, wisatawan akan melihat dan mendengar banyak kisah kehidupan para
bangsawan dan tokoh-tokoh empat keraton di Jawa melalui foto-foto dan
lukisan-lukisan tentang mereka yang dipajang di dinding.
Setelah Guo Selo Giri, pemandu akan mendampingi
pengunjung untuk menyaksikan ekshibisi di Kampung Kambang, yakni satu area
terapung [dikelilingi air] di atas Guo Selo Giri yang terdiri dari 5 ruang
pameran. Kelima ruang tersebut terdiri dari: Ruang Tineke, Ruang Paes Ageng
Gaya Yogyakarta, Ruang Batik Vorstendlanden, Ruang Batik Pesisiran,
dan Ruang Putri Dambaan. Di tiap-tiap ruangan, wisatawan dapat menyaksikan
surat-surat Tineke, lukisan pengantin wanita Jawa, berbagai macam kain batik
[keraton, masyarakat pesisir, dan Cina], serta kisah hidup seorang putri cantik
Keraton Yogyakarta yang menolak poligami bernama Gusti Nurul Koesoemawardhani.
Ruang selanjutnya, melewati Taman Arca Durga,
wisatawan akan sampai di ruang pameran terakhir, yakni Ruang Budaya. Di sini,
dapat disaksikan reca seorang penari Jawa Klasik, patung pengantin wanita Jawa,
dan beberapa lukisan.
Setelah tour museum ini usai, wisatawan akan
dipersilakan untuk meminum ramuan khas keraton yang konon dapat membangkitkan
semangat dan memulihkan stamina yang telah terkuras, sembari mengisi buku tamu
untuk menulis kesan selama kunjungan. Selanjutnya, tanpa didampingi pemandu,
wisatawan diperkenankan berkeliling taman di museum ini untuk berfoto-foto
ataupun hanya duduk-duduk di bangku batu sambil menikmati sejuknya udara
kawasan Lereng Gunung Merapi. Kicau beragam jenis burung yang saling
bersahutan, menambah alaminya suasana di taman museum ini.
0 komentar:
Posting Komentar