Berminat mengetahui sejarah perjuangan Tentara
Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI-AU)? Datanglah ke Museum Pusat TNI AU
Dirgantara Mandala, atau yang biasa disingkat Museum Dirgantara. Di museum ini,
pengunjung bisa melihat berbagai peninggalan sejarah perjuangan TNI-AU dengan
total hampir 10.000 koleksi, meliputi dokumen berupa foto maupun prasasti,
patung para pioner TNI-AU, foto dokumentasi, model pakaian dinas, dan diorama.
Di samping itu, museum ini juga menyediakan berbagai macam jenis Alutsista
(Alat utama sistem senjata), seperti beragam jenis senjata, puluhan model
pesawat, hingga radio pemancar dan radar. Ribuan koleksi Museum Dirgantara
tersebut dipamerkan di dalam tujuh ruangan yang berbeda, antara lain Ruang
Utama, Ruang Kronologi I, Ruang Kronologi II, Ruang Alutsista, Ruang Paskhas,
Ruang Diorama, dan Ruang Minat Dirgantara.
Museum Dirgantara Mandala adalah museum terbesar
dan terlengkap mengenai sejarah keberadaan TNI-AU di Indonesia. Lokasi museum
sendiri berada di atas area seluas + 5 hektar, dengan luas bangunan
sekitar 7.600 m2.
Mengunjungi Museum Dirgantara, wisatawan akan
disambut oleh beberapa pesawat tempur dan pesawat angkut yang dipajang di
halaman museum. Salah satu koleksi terbaru museum ini adalah pesawat tempur tipe
A4-E Skyhawk yang dipajang di muka gedung museum. Hingga tahun 2003, TNI-AU
telah mengoperasikan sebanyak 37 pesawat A4-E Skyhawk, sebelum akhirnya
beberapa pesawat digantikan oleh pesawat Sukhoi tipe Su-27SK dan Su-30MK.
Memasuki gedung museum, pengunjung akan disambut
oleh patung empat tokoh perintis TNI-AU, yaitu Marsekal Muda Anumerta Agustinus
Adisutjipto, Marsekal Muda Anumerta Prof. Dr. Abdulrachman Saleh, Marsekal Muda
Anumerta Abdul Halim Perdanakusuma, dan Marsekal Muda Anumerta Iswahjudi. Para
perintis TNI-AU ini telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional, dan diabadikan
menjadi nama bandar udara di berbagai kota di tanah air.
Pada ruangan selanjutnya, pengunjung akan
dikenalkan pada sejarah awal pembentukan angkatan udara di Indonesia. Di Ruang
Kronologi I ini, Anda dapat melihat foto dan informasi yang berhubungan dengan
pembentukan angkatan udara indonesia, semisal ‘Penerbangan Pertama Pesawat
Merah Putih‘ pada 27 Oktober 1945 yang melakukan misi pembalasan atas serangan
Belanda, berdirinya ‘Sekolah Penerbangan Pertama di Maguwo‘ pada 7 November
1945 yang dipimpin oleh A. Adisutjipto, berdirinya Tentara Rakyat Indonesia
(TRI) Angkatan Udara pada 9 April 1946, serta berbagai perlawanan udara untuk
melawan agresi militer Belanda lainnya. Di ruangan ini juga dipamerkan berbagai
peralatan radio dan foto penumpasan berbagai pemberontakan di tanah air,
seperti pemberontakan DI/TII, Penumpasan G 30 S/PKI, serta Operasi Seroja. Pada
ruangan selanjutnya, dipajang berbagai jenis pakaian dinas yang biasa digunakan
oleh para personel TNI-AU, meliputi pakaian tempur, pakaian dinas sehari-hari,
hingga pakaian untuk tugas penerbangan.
Ruangan yang akan membuat Anda berdecak kagum
adalah Ruangan Alutsista atau Alat Utama Sistem Senjata yang pernah digunakan
oleh TNI-AU. Alutsista ini meliputi pesawat tempur dan pesawat angkut, model
mesin-mesin pesawat, radar pemantau wilayah udara, serta senjata jarak jauh
seperti rudal. Koleksi pesawat di ruangan ini mencapai puluhan, mulai dari
pesawat buatan Amerika, Eropa, hingga buatan dalam negeri. Salah satu pesawat
pemburu taktis yang cukup terkenal adalah pesawat P-51 Mustang buatan Amerika
Serikat. Dalam sejarahnya, pesawat ini telah digunakan dalam berbagai operasi
menjaga keutuhan negara, terutama dalam penumpasan pemberontakan DI/TII,
Permesta, dan G 30 S/PKI, serta ikut andil dalam Operasi Trikora dan Operasi
Dwikora. Pesawat lainnya yang tak kalah menarik adalah pesawat buatan Inggris,
namanya Vampire tipe DH-115. Pesawat ini merupakan pesawat jet pertama yang diterbangkan
di Indonesia pada tahun 1956 oleh Letnan Udara I Leo Wattimena.
Koleksi lainnya yang sangat penting dalam sejarah
TNI-AU adalah replika pesawat C-47 Dakota dengan nomor registrasi VT-CLA yang
ditembak jatuh di daerah Ngoto, Bantul, oleh Belanda ketika hendak mendarat di
Maguwo Yogyakarta pada 29 Juli 1947. Pesawat ini semula berangkat dari
Singapura dengan misi kemanusiaan, yaitu mengangkut bantuan obat-obatan.
Penerbangan tersebut sebetulnya telah diumumkan dan disetujui oleh kedua
belah-pihak (Belanda-Indonesia). Namun, oleh Belanda pesawat tersebut kemudian
ditembak jatuh dan menewaskan para pionir Angkatan Udara, antara lain Komodor
Muda Udara Adisutjipto, Komodor Muda Udara Prof. Dr. Abdulrahman Saleh, serta
Opsir Muda Udara I Adisumarmo Wirjokoesoemo.
Seperti diutarakan oleh F Djoko Poerwoko, untuk
menghormati gugurnya para pahlawan udara tersebut, maka nama-nama pioner TNI-AU
itu kemudian diabadikan sebagai nama pangkalan udara di Jawa sejak tahun 1952,
antara lain Adisutjipto di Yogyakarta, Abdulrahman Saleh di Malang, dan
Adisumarmo di Solo. Tanggal 29 Juli sebagai tanggal gugurnya para pahlawan
TNI-AU tersebut juga diperingati sebagai ‘Hari Berkabung AURI‘ sejak tahun
1955, kemudian diganti menjadi ‘Hari Bhakti Angkatan Udara‘ sejak tahun 1961.
0 komentar:
Posting Komentar