Di kawasan Nol Kilometer terdapat sebuah monumen
yang dibangun untuk mengenang serangan umum yang dilangsungkan oleh Tentara
Nasional Indonesia (TNI) terhadap pemerintah Belanda pada tanggal 1 Maret 1949.
Sesuai dengan tanggal penyerbuan, monumen yang diresmikan oleh Sri Sultan
Hamengku Buwono IX pada tahun 1973 ini diberi nama Monumen Serangan Umum 1
Maret.
Lokasinya yang strategis di pusat kota dan dekat
dengan Alun-alun Utara Yogyakarta menjadikan Monumen Serangan Umum 1 Maret
selalu ramai dikunjungi wisatawan, baik siang maupun malam. Saat malam hari,
deretan kursi-kursi beton yang ada di depan monumen digunakan sebagai tempat
berkumpulnya berbagai macam komunitas yang ada di Yogyakarta. Mulai dari
komunitas blogger, komunitas sepeda onthel, komunitas fotografi, hingga para
pegiat seni.
Selain sebagai tempat berkumpul anggota komunitas,
Monumen Sarangan Umum 1 Maret seringkali dijadikan lokasi pelaksanaan berbagai
kegiatan seperti konser musik, pagelaran seni budaya, hingga festival kuliner.
Tak hanya pagelaran berskala besar yang dikoordinir dengan baik, pertunjukan
yang bersifat spontanitas juga seringkali hadir meramaikan suasana. Musisi
jalanan juga tak mau ketinggalan mempertontonkan kebolehannya. Dari yang hanya
bermodal gitar dan suara pas-pasan, hingga yang lengkap membawa jimbe, biola,
flute, serta penyanyi bersuara merdu.
Menikmati alunan suara mereka sambil mengamati
sepeda onthel, andong, dan becak yang sesekali melintas bersisian dengan
kendaraan bermotor akan menjadi pemandangan tersendiri. Apalagi jika
bapak-bapak penarik andong atau penarik becak mengenakan lurik dan blangkon,
atmosfer Jogja yang lekat dengan seni budaya pun semakin kuat terasa.
0 komentar:
Posting Komentar