
Selain sebagai penemuan fosil, Gua Braholo juga
menyimpan potensi keindahan lukisan alam. Keindahan tersebut terpacak jelas pada
ornamen gua, seperti stalagmit, stalagtit, gourden, radastory, dan pilar.
Di Gua Braholo ditemukan 10 kerangka fosil manusia
purba dalam kondisi relatif utuh (lengkap). Ekskavasi Gua Braholo setidaknya
pernah dua kali dilakukan, yaitu oleh Tim Pusat Penelitian Arkeologi Nasional
dan Tim Fakultas Ilmu Budaya Jurusan Arkeologi Universitas Gadjah Mada (UGM),
Yogyakarta. Dalam ekskavasi tersebut, kedua tim berhasil menemukan kerangka
manusia purba (fosil) yang diperkirakan berusia sekitar 10.000 tahun SM. Perkiraan
ini berasal dari bentuk perkakas yang ditemukan bersamaan dengan penemuan
fosil.
Penemuan ini menjadi salah satu bagian penting
dalam menyusun pola persebaran manusia purba (migrasi) dari Afrika yang masuk
ke Nusantara antara 100.000–160.000 SM. Ras Austromelanesia, yang kini dikenal
sebagai orang-orang Papua, masuk ke Nusantara ketika wilayah ini masih menjadi
satu daratan dengan Asia, kemudian bergerak ke Timur dan akhirnya meninggalkan
sisa fosil di beberapa lokasi, yaitu di Gua Babi dan Niah di Kalimantan dan Gua
Braholo di Gunungkidul. Dari penemuan di Gua Braholo ini, mata rantai migrasi
ras Austromelanesia berhasil ditemukan.
Penemuan tersebut juga bisa menyingkap tabir
misteri bahwa Gua Braholo telah menjadi hunian sampai penguburan manusia purba
dalam waktu yang sangat lama dan berkesinambungan. Penelitian juga menunjukkan
bahwa manusia purba tersebut mampu memanfaatkan kekayaan alam di sekitar Gua
Braholo untuk menopang kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
Beberapa penemuan berhasil mengidentifikasi
peralatan hidup, yaitu berwujud mata anak panah yang terbuat dari batu yang
diindikasikan sebagai salah satu peralatan berburu manusia purba kala itu.
Selain itu juga berhasil ditemukan batu serpih atau flake yang terbuat dari tulang dari zaman praneolitikum
yang diindikasikan dari kebudayaan ras Austromelanesia.
0 komentar:
Posting Komentar